Senin, 26 Januari 2015

KESETARAAN GENDER

PENGERTIAN

Kesetaraan gender merujuk kepada suatu keadaan setara antara laki-laki dan perempuan dalam pemenuhan hak dan kewajiban. Interpretasi lebih jauh mengenai hal itu, yakni agar keduanya atau yang lebih ditekankan di sini adalah kaum perempuan, mampu berperan dan berpartisipasi dalam bidang politik, hukum, ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan. Wacana akan kesetaraan gender bukanlah barang kemarin sore, pada zaman R.A. Kartini tuntutan akan kesetaraan dan keadilan gender sudah muncul, lebih jauh dari itu semua Islam sudah membahasnya secara jelas dan tuntas. Tuntutan era globalisasi tak bisa dipungkiri menjadi landasan wacana ini muncul. Pada era modern seperti sekarang ini kesetaraan gender telah menimbulkan polemik dan memunculkan pandangan pro dan kontra.

Pada hakikatnya peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan jelas berbeda, peran dan fungsi keduanya boleh dikatakan tidak bisa disejajarkan. Apabila keduanya disetarakan dalam semua peran, kedudukan, status sosial, pekerjaan, jenis kewajiban dan hak sama dengan melanggar kodrat. Realita yang ada, tidak bisa dipungkiri bahwa antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan-perbedaan mendasar. Secara biologis dan kemampuan fisik, laki-laki dan perempuan jelas berbeda. Dari sisi sifat, pemikiran-akal, kecenderungan, emosi dan potensi masing-masing juga berbeda.

Pengertian gender sendiri adalah pembedaan peran, atribut, sifat, sikap dan perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Peran gender terbagi menjadi peran produktif, peran reproduksi serta peran sosial kemasyarakatan.

Peran yang ketiga menjadi peran yang lebih besar dan penting. Tentu kita semua tahu dan paham bahwa peran tersebut hanya dimiliki oleh perempuan. Peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan tidak berjalan sendiri-sendiri. Peran dan fungsi dari keduanya harus berjalan bersama apabila peran dan fungsi keduanya berjalan bersama dan saling mengisi maka ibarat kopi dengan gula keduanya akan terasa nikmat dan memberikan efek harmonis.

Kesetaraan gender sering dikaitkan dengan hak asasi manusia, batasan hak asasi manusia sendiri ada dua, yaitu yang dianggap sebagai hak asasi dan resiprositas (hak asasi miliknya tidak menganggu hak asasi orang lain). Cakupan dari hak asasi secara universal berkaitan dengan manusia, cakupan secara relatif dari hak asasi tersebut yaitu norma sosial dan ideologi. Setara tak mesti sama, kesetaraan adalah klaim etis yang berusaha mengatakan bahwa semua manusia berkedudukan setara. Kesetaraan itu lebih kepada praktek penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan.

Isu kesetaraan gender telah menyita perhatian banyak kalangan masyarakat, di atas tadi telah dijelaskan tentang pengertian kesetaraan dan keadilan gender. Realitas yang berkembang di masyarakat baik itu laki-laki maupun perempuan itu sendiri belum memahami bahwa gender adalah suatu konstruksi budaya tentang peran, fungsi dan tanggung jawab sosial antara laki-laki dan perempuan. Hal itulah yang mengakibatkan kesenjangan peran sosial dan tanggung jawab sehingga terjadi diskriminasi, terhadap laki-laki dan perempuan.

Budaya patriarki menjadi faktor utama terjadinya kesenjangan peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan. Penafsiran ajaran agama yang kurang menyeluruh atau cenderung dipahami menurut tulisan, kurang memahami realitas, dan cenderung dipahami secara sepotong-sepotong dan tidak menyeluruh, menjadi faktor pendukung akan adanya kesenjangan peran dan fungsi serta terjadinya diskriminasi yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan. Kaum perempuan sendiri tidak memiliki kemampuan, kemauan dan kesiapan untuk merubah keadaan tidak secara nyata dilaksanakan.

Di Indonesia sendiri wacana tentang RUU keadilan dan kesetaraan gender telah menjadi perbincangan hangat bagi sebagian orang. Hal tersebut bagi sebagian kalangan masyarakat dipandang sebagai racun atau virus yang disebarkan oleh kalangan liberalis karena hal tersebut akan bermuara kepada kebebasan individu, yang mana hal tersebut merujuk kepada kebebasan individu kaum perempuan. Namun, sebagian kalangan lain yaitu kaum feminisme sangat mendukung dan menuntut akan adanya hal ini.

Al Quran menyatakan kepada kita bahwa apabila kita mengalami perbedaan pendapat dalam suatu perkara, maka seharusnya kita merujuk kembali kepada Tuhan dan Rasul-Nya untuk memutuskan perkara tersebut.

Membicarakan keadilan dan kesetaraan (gender issues) akan lebih jelas jika dibahas melalui perspektif Islam di dalam Hukum Islam. Yang mana Hukum Islam tidak bisa kita lepaskan dari tuntunan Al Quran dan Hadist sebagai sumber pokok dari Hukum Islam itu sendiri.

Islam sudah memberikan jawaban jauh berpuluh-puluh abad yang lalu mengenai hal ini. Kita perlu mempelajari secara mendalam agar kita tidak tersesat dalam menafsirkan mengenai kesetaraan dan keadilan gender. Seperti yang sudah diutarakan di atas tadi bahwa tuntutan era globalisasi menjadi dasar berkembangnya isu kesetaraan gender. Ketika Amerika Serikat masih sibuk dan bekerja keras mengatasi isu-isu kesetaraan gender, Al Quran telah secara tuntas menjawabnya.

Perempuan selama ini dianggap sebagai kaum yang lemah, cengeng, dan tidak berdaya. Tidak bisa dipungkiri asumsi tersebut masih ada dan berkembang di sebagian kalangan masyarakat. Islam menempatkan kedudukan perempuan pada proporsinya dengan mengakui kemanusiaan mereka dan mengikis habis kegelapan yang dialami perempuan sepanjang sejarah, serta menjamin hak-hak perempuan. Islam mengakui kapabilitas dan kemampuan ekonomi perempuan dan menjadikan perempuan sebagai saudara kandung kaum laki-laki. Islam juga mengakui kemampuan sosial perempuan dan kemampuan beribadah dan taklif shar’I, sehingga kaum perempuan mampu berperan dalam kehidupan masyarakat.

Agama Islam merupakan agama yang mempunyai prinsip-prinsip keadilan gender. Salah satu prinsip pokok dalam ajaran Islam adalah persamaan antar manusia baik dari segi gender, kebangsaan, kesukuan maupun keturunan. Perbedaan yang harus di garis bawahi di sini adalah perbedaan mengenai tingkat ketakwaan dan pengabdiaanya kepada Allah SWT.

Isu kesetaraan gender yang hendak diangkat menjadi UU, lewat RUU KKG (Keadilan dan Kesetaraan Gender) bagi sebagian kalangan masyarakat khususnya para ulama sangat tidak setuju dengan adanya hal tersebut. Bukan hanya itu, mereka pun mengatakan bahwa kesetaraan gender adalah virus yang disebarkan oleh kaum liberalis barat yang mencoba melepaskan agama dari kehidupan sehari-hari. Dengan adanya UU KKG tersebut, kaum liberalis mencoba meliberalkan perempuan dari hukum Allah, mensekulerisasikan perempuan Muslim, atas nama gender. Inti dari RUU KKG ini berniat menyamakan hak dan kewajiban antara laki-laki dan wanita.

Kesetaraan gender telah menimbulkan dilema bagi perempuan itu sendiri. Agama, khususnya Islam adalah solusi yang tepat dari dilema yang ada, kita harus jelas kepada siapa kita berpegang. Kepada kebenaran yang bersumber dari Tuhan atau berpegang kepada kebenaran yang kita cari dan dapatkan sendiri yang belum tentu benar? Dalam agama sendiri sudah jelas mengatur secara adil tentang peran dan fungsi masing-masing sesuai kodrat. Lalu, masih perlukah sebuah tanda tanya besar mengenai problematika ini muncul? Yang ada hanyalah tinggal kita sebagai makhluk yang beragama ini mempelajari apa yang sudah ada. Menafsirkan secara mendalam apa yang telah diturunkan kepada kita dan tidak perlu mencari kebenaran-kebenaran lain yang justru menyesatkan. Apakah kita akan mendustakan agama kita sendiri? Atau kita akan melawan logika Tuhan?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar