Senin, 26 Januari 2015

Konflik Agama


Sepanjang sejarah agama dapat memberi sumbangsih positif bagi masyarakat dengan memupuk persaudaraan dan semangat kerjasama antar anggota masyarakat. Namun sisi yang lain, agama juga dapat sebagai pemicu konflik antar masyarakat beragama. Ini adalah sisi negatif dari agama dalam mempengaruhi masyarakat Dan hal ini telah terjadi di beberapa tempat di Indonesia.

Pada bagian ini akan diuraikan sebab terjadinya konflik antar masyarakat beragama khususnya yang terjadi di Indonesia dalam perspektif sosiologi agama.
Hendropuspito mengemukakan bahwa paling tidak ada empat hal pokok sebagai sumber konflik sosial yang bersumber dari agama.

Dengan menggunakan kerangka teori Hendropuspito, penulis ingin menyoroti konflik antar kelompok masyarakat Islam - Kristen di Indonesia, dibagi dalam empat hal, yaitu:

A. Perbedaan Doktrin dan Sikap Mental

Semua pihak umat beragama yang sedang terlibat dalam bentrokan masing-masing menyadari bahwa justru perbedaan doktrin itulah yang menjadi penyebab dari benturan itu.
Entah sadar atau tidak, setiap pihak mempunyai gambaran tentang ajaran agamanya, membandingkan dengan ajaran agama lawan, memberikan penilaian atas agama sendiri dan agama lawannya. Dalam skala penilaian yang dibuat (subyektif) nilai tertinggi selalu diberikan kepada agamanya sendiri dan agama sendiri selalu dijadikan kelompok patokan, sedangkan lawan dinilai menurut patokan itu.

Agama Islam dan Kristen di Indonesia, merupakan agama samawi (revealed religion), yang meyakini terbentuk dari wahyu Ilahi Karena itu memiliki rasa superior, sebagai agama yang berasal dari Tuhan.
Di beberapa tempat terjadinya kerusuhan kelompok masyarakat Islam dari aliran sunni atau santri. Bagi golongan sunni, memandang Islam dalam keterkaitan dengan keanggotaan dalam umat, dengan demikian Islam adalah juga hukum dan politik di samping agama. Islam sebagai hubungan pribadi lebih dalam artian pemberlakuan hukum dan oleh sebab itu hubungan pribadi itu tidak boleh mengurangi solidaritas umat, sebagai masyarakat terbaik di hadapan Allah. Dan mereka masih berpikir tentang pembentukan negara dan masyarakat Islam di Indonesia. Kelompok ini begitu agresif, kurang toleran dan terkadang fanatik dan malah menganut garis keras.

Karena itu, faktor perbedaan doktrin dan sikap mental dan kelompok masyarakat Islam dan Kristen punya andil sebagai pemicu konflik.

B. Perbedaan Suku dan Ras Pemeluk Agama

Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan ras dan agama memperlebar jurang permusuhan antar bangsa. Perbedaan suku dan ras ditambah dengan perbedaan agama menjadi penyebab lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan antar kelompok dalam masyarakat.

Contoh di wilayah Indonesia, antara Suku Aceh dan Suku Batak di Sumatera Utara. Suku Aceh yang beragama Islam dan Suku Batak yang beragama Kristen; kedua suku itu hampir selalu hidup dalam ketegangan, bahkan dalam konflik fisik (sering terjadi), yang merugikan ketentraman dan keamanan.

Di beberapa tempat yang terjadi kerusuhan seperti: Situbondo, Tasikmalaya, dan Rengasdengklok, massa yang mengamuk adalah penduduk setempat dari Suku Madura di Jawa Timur, dan Suku Sunda di Jawa Barat. Sedangkan yang menjadi korban keganasan massa adalah kelompok pendatang yang umumnya dari Suku non Jawa dan dari Suku Tionghoa. Jadi, nampaknya perbedaan suku dan ras disertai perbedaan agama ikut memicu terjadinya konflik.

C. Perbedaan Tingkat Kebudayaan

Agama sebagai bagian dari budaya bangsa manusia. Kenyataan membuktikan perbedaan budaya berbagai bangsa di dunia tidak sama. Secara sederhana dapat dibedakan dua kategori budaya dalam masyarakat, yakni budaya tradisional dan budaya modern.

Tempat-tempat terjadinya konflik antar kelompok masyarakat agama Islam - Kristen beberapa waktu yang lalu, nampak perbedaan antara dua kelompok yang konflik itu. Kelompok masyarakat setempat memiliki budaya yang sederhana atau tradisional: sedangkan kaum pendatang memiliki budaya yang lebih maju atau modern. Karena itu bentuk rumah gereja lebih berwajah budaya Barat yang mewah.

Perbedaan budaya dalam kelompok masyarakat yang berbeda agama di suatu tempat atau daerah ternyata sebagai faktor pendorong yang ikut mempengaruhi terciptanya konflik antar kelompok agama di Indonesia.

D. Masalah Mayoritas da Minoritas Golongan Agama

Fenomena konflik sosial mempunyai aneka penyebab. Tetapi dalam masyarakat agama pluralitas penyebab terdekat adalah masalah mayoritas dan minoritas golongan agama.
Di berbagai tempat terjadinya konflik, massa yang mengamuk adalah beragama Islam sebagai kelompok mayoritas; sedangkan kelompok yang ditekan dan mengalami kerugian fisik dan mental adalah orang Kristen yang minoritas di Indonesia. Sehingga nampak kelompok Islam yang mayoritas merasa berkuasa atas daerah yang didiami lebih dari kelompok minoritas yakni orang Kristen. Karena itu, di beberapa tempat orang Kristen sebagai kelompok minoritas sering mengalami kerugian fisik, seperti: pengrusakan dan pembakaran gedung-gedung ibadat.

KESETARAAN GENDER

PENGERTIAN

Kesetaraan gender merujuk kepada suatu keadaan setara antara laki-laki dan perempuan dalam pemenuhan hak dan kewajiban. Interpretasi lebih jauh mengenai hal itu, yakni agar keduanya atau yang lebih ditekankan di sini adalah kaum perempuan, mampu berperan dan berpartisipasi dalam bidang politik, hukum, ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan. Wacana akan kesetaraan gender bukanlah barang kemarin sore, pada zaman R.A. Kartini tuntutan akan kesetaraan dan keadilan gender sudah muncul, lebih jauh dari itu semua Islam sudah membahasnya secara jelas dan tuntas. Tuntutan era globalisasi tak bisa dipungkiri menjadi landasan wacana ini muncul. Pada era modern seperti sekarang ini kesetaraan gender telah menimbulkan polemik dan memunculkan pandangan pro dan kontra.

Pada hakikatnya peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan jelas berbeda, peran dan fungsi keduanya boleh dikatakan tidak bisa disejajarkan. Apabila keduanya disetarakan dalam semua peran, kedudukan, status sosial, pekerjaan, jenis kewajiban dan hak sama dengan melanggar kodrat. Realita yang ada, tidak bisa dipungkiri bahwa antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan-perbedaan mendasar. Secara biologis dan kemampuan fisik, laki-laki dan perempuan jelas berbeda. Dari sisi sifat, pemikiran-akal, kecenderungan, emosi dan potensi masing-masing juga berbeda.

Pengertian gender sendiri adalah pembedaan peran, atribut, sifat, sikap dan perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Peran gender terbagi menjadi peran produktif, peran reproduksi serta peran sosial kemasyarakatan.

Peran yang ketiga menjadi peran yang lebih besar dan penting. Tentu kita semua tahu dan paham bahwa peran tersebut hanya dimiliki oleh perempuan. Peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan tidak berjalan sendiri-sendiri. Peran dan fungsi dari keduanya harus berjalan bersama apabila peran dan fungsi keduanya berjalan bersama dan saling mengisi maka ibarat kopi dengan gula keduanya akan terasa nikmat dan memberikan efek harmonis.

Kesetaraan gender sering dikaitkan dengan hak asasi manusia, batasan hak asasi manusia sendiri ada dua, yaitu yang dianggap sebagai hak asasi dan resiprositas (hak asasi miliknya tidak menganggu hak asasi orang lain). Cakupan dari hak asasi secara universal berkaitan dengan manusia, cakupan secara relatif dari hak asasi tersebut yaitu norma sosial dan ideologi. Setara tak mesti sama, kesetaraan adalah klaim etis yang berusaha mengatakan bahwa semua manusia berkedudukan setara. Kesetaraan itu lebih kepada praktek penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan.

Isu kesetaraan gender telah menyita perhatian banyak kalangan masyarakat, di atas tadi telah dijelaskan tentang pengertian kesetaraan dan keadilan gender. Realitas yang berkembang di masyarakat baik itu laki-laki maupun perempuan itu sendiri belum memahami bahwa gender adalah suatu konstruksi budaya tentang peran, fungsi dan tanggung jawab sosial antara laki-laki dan perempuan. Hal itulah yang mengakibatkan kesenjangan peran sosial dan tanggung jawab sehingga terjadi diskriminasi, terhadap laki-laki dan perempuan.

Budaya patriarki menjadi faktor utama terjadinya kesenjangan peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan. Penafsiran ajaran agama yang kurang menyeluruh atau cenderung dipahami menurut tulisan, kurang memahami realitas, dan cenderung dipahami secara sepotong-sepotong dan tidak menyeluruh, menjadi faktor pendukung akan adanya kesenjangan peran dan fungsi serta terjadinya diskriminasi yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan. Kaum perempuan sendiri tidak memiliki kemampuan, kemauan dan kesiapan untuk merubah keadaan tidak secara nyata dilaksanakan.

Di Indonesia sendiri wacana tentang RUU keadilan dan kesetaraan gender telah menjadi perbincangan hangat bagi sebagian orang. Hal tersebut bagi sebagian kalangan masyarakat dipandang sebagai racun atau virus yang disebarkan oleh kalangan liberalis karena hal tersebut akan bermuara kepada kebebasan individu, yang mana hal tersebut merujuk kepada kebebasan individu kaum perempuan. Namun, sebagian kalangan lain yaitu kaum feminisme sangat mendukung dan menuntut akan adanya hal ini.

Al Quran menyatakan kepada kita bahwa apabila kita mengalami perbedaan pendapat dalam suatu perkara, maka seharusnya kita merujuk kembali kepada Tuhan dan Rasul-Nya untuk memutuskan perkara tersebut.

Membicarakan keadilan dan kesetaraan (gender issues) akan lebih jelas jika dibahas melalui perspektif Islam di dalam Hukum Islam. Yang mana Hukum Islam tidak bisa kita lepaskan dari tuntunan Al Quran dan Hadist sebagai sumber pokok dari Hukum Islam itu sendiri.

Islam sudah memberikan jawaban jauh berpuluh-puluh abad yang lalu mengenai hal ini. Kita perlu mempelajari secara mendalam agar kita tidak tersesat dalam menafsirkan mengenai kesetaraan dan keadilan gender. Seperti yang sudah diutarakan di atas tadi bahwa tuntutan era globalisasi menjadi dasar berkembangnya isu kesetaraan gender. Ketika Amerika Serikat masih sibuk dan bekerja keras mengatasi isu-isu kesetaraan gender, Al Quran telah secara tuntas menjawabnya.

Perempuan selama ini dianggap sebagai kaum yang lemah, cengeng, dan tidak berdaya. Tidak bisa dipungkiri asumsi tersebut masih ada dan berkembang di sebagian kalangan masyarakat. Islam menempatkan kedudukan perempuan pada proporsinya dengan mengakui kemanusiaan mereka dan mengikis habis kegelapan yang dialami perempuan sepanjang sejarah, serta menjamin hak-hak perempuan. Islam mengakui kapabilitas dan kemampuan ekonomi perempuan dan menjadikan perempuan sebagai saudara kandung kaum laki-laki. Islam juga mengakui kemampuan sosial perempuan dan kemampuan beribadah dan taklif shar’I, sehingga kaum perempuan mampu berperan dalam kehidupan masyarakat.

Agama Islam merupakan agama yang mempunyai prinsip-prinsip keadilan gender. Salah satu prinsip pokok dalam ajaran Islam adalah persamaan antar manusia baik dari segi gender, kebangsaan, kesukuan maupun keturunan. Perbedaan yang harus di garis bawahi di sini adalah perbedaan mengenai tingkat ketakwaan dan pengabdiaanya kepada Allah SWT.

Isu kesetaraan gender yang hendak diangkat menjadi UU, lewat RUU KKG (Keadilan dan Kesetaraan Gender) bagi sebagian kalangan masyarakat khususnya para ulama sangat tidak setuju dengan adanya hal tersebut. Bukan hanya itu, mereka pun mengatakan bahwa kesetaraan gender adalah virus yang disebarkan oleh kaum liberalis barat yang mencoba melepaskan agama dari kehidupan sehari-hari. Dengan adanya UU KKG tersebut, kaum liberalis mencoba meliberalkan perempuan dari hukum Allah, mensekulerisasikan perempuan Muslim, atas nama gender. Inti dari RUU KKG ini berniat menyamakan hak dan kewajiban antara laki-laki dan wanita.

Kesetaraan gender telah menimbulkan dilema bagi perempuan itu sendiri. Agama, khususnya Islam adalah solusi yang tepat dari dilema yang ada, kita harus jelas kepada siapa kita berpegang. Kepada kebenaran yang bersumber dari Tuhan atau berpegang kepada kebenaran yang kita cari dan dapatkan sendiri yang belum tentu benar? Dalam agama sendiri sudah jelas mengatur secara adil tentang peran dan fungsi masing-masing sesuai kodrat. Lalu, masih perlukah sebuah tanda tanya besar mengenai problematika ini muncul? Yang ada hanyalah tinggal kita sebagai makhluk yang beragama ini mempelajari apa yang sudah ada. Menafsirkan secara mendalam apa yang telah diturunkan kepada kita dan tidak perlu mencari kebenaran-kebenaran lain yang justru menyesatkan. Apakah kita akan mendustakan agama kita sendiri? Atau kita akan melawan logika Tuhan?


Jumat, 16 Januari 2015

Strata Ekonomi

Perbedaan Strata Ekonomi

Strata Ekonomi adalah  kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok masyarakat yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendidikan serta pendapatan. Dalam pembahasannya sosial dan ekonomi selalu menjadi objek pembahasan yang berbeda. Sosial artinya manusia tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain, sehingga arti sosial sering diartikan sebagai hal yang berkanaan dengan masyarakat. Ekonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu oikos yang berarti keluarga atau rumah tangga dan nomos yang berarti peraturan.

Beberapa faktor yang dapat menentukan tinggi rendahnya keadaan sosial ekonomi seseorang dalam masyarakat, yaitu:

      1. Tingkat pendidikan
      2. Jenis pekerjaan
      3. Tingkat pendapatan
      4. Keadaan rumah tangga
      5. Tempat tinggal
      6. Kepemilikan kekayaan
      7. Jabatan dalam organisasi
      8. Aktivitas ekonomi

Yang paling mudah di identifikasi di dalam struktur sosial adalah didasarkan pada besar kecilnya penghasilan dan kepemilikan benda-benda materi yang sering disebut harta benda. Indikator antara kaya dan miskin juga mudah sekali di identifikasi, yaitu melalui pemilikan sarana hidup. Orang kaya perkotaan dapat dilihat dari tempat tinggalnya seperti di kawasan real estate elite dengan rumah mewahnya, sedangkan kelompok masyarakat miskin berada di kawasan marginal (pinggiran), hidup di pemukiman kumuh, tidak sehat, kotor, dan sebagainya. Adapun orang pedesaan biasanya diidentifikasi dengan kepemilikan jumlah lahan pertanian, binatang ternak, kebun yang luas dan sebagainya.

Penyebab Stratifikasi Sosial Ekonomi

Sejak krisis moneter yang melanda pada pertengahan tahun 1997 perusahaan swasta mengalami kerugian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya untuk membayar gaji dan upah pekerjanya. Tuntutan para pekerja untuk menaikkan gaji sangat sulit dipenuhi oleh pihak perusahaan, akhirnya banyak perusahaan yang mengambil tindakan untukmnegurangi tenaga kerja dan terjadilah phk. Para pekerja yang diberhentikan itu menambah jumlah pengangguran, sehingga jumlah pengangguran diperkirakan mencapai 40 juta orang.

Pengangguran dalam jumlah yang sangat besar ini akan menimbulkan terjadinya masalah sosial dalam kehidupan masyarakat. Dampak susulan dari pengangguran adalah makin maraknya tindakan kejahatan. Oleh karena itu, pemerintah melakukan tindakan membuka lapangan pekerjaan untuk menampung para penganggur tersebut.

Kondisi Ekonomi Masyarakat Indonesia

Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat, pemerintah melihat lima sector kebijakan yang harus digarap, yaitu:

  • Perluasan lapangan kerja secara terus menerus melalui investasi dalam dan luar negeri se efisien mungkin
  • Penyediaan barang kebutuhan pokok sehari hari untuk memenuhi permintaan pada harga yang terjangkau
  • Penyediaan fasilitas umun seperti rumah, air minum, listrik, bahan baker, komunikasi, angkutan dengan harga terjangkau
  • Penyediaan ruang sekolah, guru dan buku-buku untuk pendidikan umum dengan harga terjangkau
  • Penyediaan klinik, dokter dan obat-obatan untuk kesehatan umum dengan harag terjangkau



PERBEDAAN STRATA JABATAN

Perbedaan Perlakuan Strata Jabatan

Dalam kebudayaan kita, banyak kita jumpai persamaan diantara setiap manusia. Tetapi nyatanya, dalam sehari-hari sering kita jumpai ketidaksamaan. Kita pun mengetahui bahwa anggota masyarakat dibeda-bedakan berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya, berdasarkan kekayaan dan penghasilan atau berdasarkan dengan prestasi atau kemampuan seseorang. Pembedaan anggota masyarakat berdasarkan status sosial yang dimilikinya ini yang dapat kita sebut dengan istilah Stratifikasi Sosial.

Macam-macam Stratifikasi:
  • Status berdasarkan perbedaan usia
    • Yang lebih muda punya kewajiban yang berbeda dengan yang lebih tua.
  • Status berdasarkan senioritas
    • Menyangkut usia dan jenjang pengalaman suatu hal.
  • Status berdasarkan jenis kelamin
    • Status sosial laki-laki lebih dihormati daripada perempuan.
  • Status berdasarkan system kekerabatan
    • Perbedaan hak dan kewajiban antara ayah, ibu, dan anak.
  • Status berdasarkan pendidikan
    • Orang yang menyelesaikan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi umumnya memperoleh hak dan kewajibannya yang beragam.
  • Status berdasarkan pekerjaan
    • Misalnya pembedaan antara manajer dengan tenaga eksekutif.
  • Status berdasarkan keadaan ekonomi
    • Pembedaan status berdasarkan kekayaan, maupun penghasilan.
Misalnya dalam strata jabatan, seorang pengusaha mampu mempekerjakan kurang lebih ratusan karyawan untuk dipekerjakan di perusahaannya, karena seorang pengusaha ini berusaha untuk belajar dan dapat menyelesaikan ke jenjang yang lebih tinggi, sehingga status sosialnya menjadi lebih tinggi dan dia mendapatkan penghasilan yang lebih besar.